Jakarta, Agung Sedayu Group selaku salah 1 pengembang Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 menyelenggarakan Webinar dan Lomba Penulisan untuk Wartawan bertajuk “Merayakan Keberagaman di EcoPark PIK 2”. Hadir sebagai narasumber adalah Rida Sobana, Direktur dari DP Architects, Singapura, dan Harun Mahbub, redaktur pelaksana KLY Group.

Maksud dan tujuan dari acara ini adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya memupuk semangat Kebhinekaan dan pelestarian budaya Indonesia.

“PIK2 yang dikembangkan oleh Agung Sedayu Group dan Salim Group berkomitmen mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan menghadirkan kawasan yang berkualitas dan sekaligus dapat mengapresiasi keberagaman budaya Indonesia dan Dunia di satu lokasi,yaitu Ecopark PIK 2. Untuk itulah pada hari ini diselenggarakan Webinar bersama para pakarnya.

PIK 2 sebagai kawasan kota mandiri hingga kini tetap konsisten mengoptimalkan fungsi ekologisnya dan juga mengupayakan efisiensi pemanfaatan sumberdaya alamnya melalui desain dan tata ruang lansekap di kawasan seluas +/- 6.000 hektare itu. PIK2 mengembangkan kawasan Ecopark seluas +/- 54 Ha dirancang sebagai kawasan multireligi dan multikultural di tepi danau seluas kurang lebih 23 Ha. 

Director DP Architects Singapore, selaku design consultant, Rida Sobana menjelaskan, konsep dasar dari Ecopark itu adalah mencoba menggabungkan 2 peran yaitu Sustainability, fungsi dasar yaitu sebagai penyediaan ruang terbuka hijau yang asri, menjadi paru-paru kota PIK2, fungsi penampungan air hujan dan pengendalian banjir, serta menjamin terciptanya ekosistem lingkungan yang sehat. 
“Peran kedua adalah Place Making/Public Space dimana fungsi lainnya adalah menciptakan ruang hijau yang aktif dan menjadi destinasi favorit komunitas dan warga di sekitar, sehingga menjadi bagian yang integrated dari tata ruang kota di PIK2”, jelas Rida.

Secara prinsip, karena ukuran Ecopark yang sangat luas, maka dibagi atas 3 bagian. Barat, Tengah, dan Timur.  Barat bertemakan air, Tengah bertemakan taman, dan Timur bertemakan alam. Hal yang menarik adalah di tepi danau di dalam ecopark akan dibangun rumah-rumah ibadah dengan desain yang yang ikonik. Salah satu rumah ibadah di sini yaitu Masjid Agung PIK2, yang menjadi pusat dari Halal District PIK2 seluas +/- 8 Ha.  Di kanan dan kiri masjid akan hadir pusat kuliner dan wisata halal seperti Haji Lane di Singapura, serta pasar tradisional yang dikelola secara modern seperti Geylang Serai Singapura. Selain masjid, juga direncanakan untuk dibangun gereja katolik, vihara dan kuil. Selain fasilitas ibadah, rencananya juga disiapkan sekolah, rumah sakit, dan area bermain anak terbesar yang semuanya didesain menyatu dengan alam. 

“Kawasan Ecopark mewakili keragaman kultur budaya dunia, termasuk di antaranya zona Halal yang terinspirasi dari pusat-pusat kebudayaan Islam di dunia, seperti Kerajaan Mataram dari Nusantara dan Xinjiang dari Tiongkok, zona Gereja Katolik dan Goa Maria, zona kuil Thailand yang dilengkapi Patung Budha 4 wajah, zona Kuil India Shiva Mandhir, zona Kuil Tiongkok, zona Kuil Korea, zona kuil Jepang dan zona Kuil Vietnam.”

Pembicara kedua, Harun Mahbub yang sepanjang karier jurnalistiknya banyak mendapatkan kisah-kisah menarik seputar akulturasi budaya mengakui Indonesia sebagai negara yang memiliki nilai persatuan yang kokoh, justru karena kebhinekaannya.

“Di Semarang misalnya, kita mengenal lumpia sebagai kudapan yang tercipta dari akulturasi budaya Tiongkok dan Jawa. Saat berkunjung ke Singkawang, misalnya, saya bisa melihat ada klenteng, gereja dan masjid yang berada di satu lokasi. Karena itu saya sangat mengapresiasi inisiatif pengembang dalam merancang Ecopark di PIK 2. Akan lebih baik lagi jika juga disebarluaskan ke wilayah lain,” kata penulis buku “#2 Jam Bisa Jadi Wartawan”.
Lomba penulisan mengenai Ecopark di PIK2 yang merangkum berbagai keberagaman, mulai dari keberagaman budaya, religi hingga lini bisnis, termasuk mengayomi UMKM, dinilai Harun sebagai langkah positif yang dapat membantu mengedukasi masyarakat luas tentang betapa pentingnya merawat kebhinekaan dalam kehidupan sehari-hari.

“Mari manfaatkan kesempatan ini bagi rekan-rekan wartawan untuk menghasilkan karya tulisan yang positif. Mari menyelaraskan narasi-narasi positif untuk merawat keseragaman sehingga bisa menjadi pondasi Indonesia, rumah bersama,” kata Harun menutup pembicaraan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *