JENDELAPUSPITA, Pidie – Presiden Joko Widodo meluncurkan program Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat di Indonesia, Selasa (27/6). Program peletakan batu pertama yang di gelar secara hibrida di Rumah Geudong, Kabupaten Pidie ini merupakan langkah awal dalam penyelesaian peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia.
“Pada hari ini kami berkumpul secara langsung maupun virtual di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh ini untuk memulihkan luka bangsa akibat pelanggaran HAM berat masa lalu yang meninggalkan beban yang berat bagi para korban dan keluarga korban,” ujar Presiden Jokowi dalam sambutannya.
Dalam Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Pelanggaran Hak Asasi Manusia Non Yudisial yang Berat, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memberikan tiga mandat untuk mendukung program ini, yaitu memberikan beasiswa pendidikan bagi korban/anak-anak korban; memberikan bantuan perlengkapan/peralatan kebudayaan; dan memberikan bantuan fasilitas pendidikan.
Pada kesempatan ini, Kepala Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik) Kemendikbudristek, Abdul Kahar, mengatakan bahwa untuk mengimplementasikan Inpres tersebut, Kemendikbudristek memberikan beasiswa pendidikan di tiga lokasi yang menjadi target yaitu Kabupaten Pidie, Aceh Utara, dan Aceh Selatan.
“Pemberian beasiswa pendidikan ini sesuai dengan kebutuhan warga dari tiga kabupaten/kota yang ada di Provinsi Aceh. Dari data yang di sampaikan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia (Menko Polhukam), Kemendikbudristek menerima ada 77 orang yang masuk dalam daftar kebutuhan. Setelah di lakukan penelaahan data Data Pokok Pendidikan (Dapodik) di Pusdatin Kemendikbudristek, dari 77 anak ada 53 anak masih usia sekolah, setelah tertulis lebih lanjut ada 19 anak yang terdata aktif di Dapodik,” ungkap Kahar.
Provinsi Aceh di pilih sebagai awal di mulainya realisasi rekomendasi tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Non-Yudisial Berat lebih bertumpu pada tiga hal, yang pertama, kontribusi penting dan peringatan rakyat dan Provinsi Aceh terhadap kemerdekaan Republik Indonesia; yang kedua, ada penghormatan negara terhadap bencana kemanusiaan tsunami tahun 2004; dan yang ketiga, rasa hormat pemerintah yang begitu tinggi terhadap proses perdamaian yang berlangsung di Aceh.
Pada peluncuran program Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Non-Yudisial Berat di Indonesia, Presiden Jokowi menyerahkan bantuan secara simbolis dan hak-hak korban maupun ahli waris kepada delapan perwakilan penerima.
Selain itu, Presiden Jokowi juga mengkaji stan-stan K/L yang berkontribusi dalam memberikan hak-hak korban, yaitu Kemendikbudristek; Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah; Kementerian Pertanian; Kementerian Ketenagakerjaan RI; Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama RI, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Kementerian Hukum dan HAM; Kementerian Kesehatan; Markas Besar Tentara Nasional Indonesia; dan Divisi Hukum Polisi Republik Indonesia.
Adapun target pemulihan dari program Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Pelanggaran Non-Yudisial Hak Asasi Manusia (HAM) Berat di Indonesia merupakan korban dari 12 peristiwa pelanggaran HAM berat di Indonesia, yaitu:
- Peristiwa 1965-1966
- Peristiwa Penembakan Misterius
1982-1985 - Peristiwa Talang Sari Lampung 1989
- Peristiwa Rumah Geudong dan Pos Statis di Aceh 1989
- Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998
- Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
- Peristiwa Trisakti dan Semanggi I dan II 1998-1999
- Peristiwa Pembunuhan Dukun Santen 1998-1999
- Peristiwa Simpang KKA di Aceh 1999
- Peristiwa Wasior di Papua 2001-2002
- Peristiwa Wamena di Papua 2003
- Peristiwa Jambo Keupok di Aceh 2003
(Hendi/red)