JENDELAPUSPITA, Bekasi – Pengelolaan sampah menjadi salah satu tantangan utama yang di hadapi oleh Indonesia. Seiring dengan pertumbuhan populasi dan urbanisasi yang cepat, produksi sampah terus meningkat secara signifikan. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan rata-rata satu orang penduduk Indonesia menyumbang 0.7 kilogram per hari. Di antara sampah-sampahnya berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA).
Melansir data dari Sustainable Waste Indonesia (SWI), hanya 7% dari 65 juta ton sampah di Indonesia berhasil di daur ulang. Saat ini, TPA di Indonesia mulai kewalahan dalam mengelola sampah-sampah yang masuk. Di lihat dari perbandingan jenis organik dan non-organik yang masuk ke TPA, sampah malah menumpuk dan menggunung. Hal ini terjadi karena banyak yang masuk ke TPA tidak terlebih dahulu di kurangi melalui proses daur ulang.
Yok Ayok Daur Ulang!
Sudah banyak upaya yang di lakukan berbagai institusi dalam rangka mengurangi sampah, mulai dari institusi edukasi dan sosialisasi. Program advokasi, edukasi, dan sosialisasi daur ulang sampah plastik Yok Yok Ayok Daur Ulang! (YYADU!) menjadi salah satu yang telah hadir sejak 2019 untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak dan menggencarkan kegiatan sosialisasi daur ulang sampah plastik.
“Pada mulanya, program ini terbentuk karena banyaknya anggapan masyarakat bahwa produk ramah lingkungan adalah produk yang dapat terurai secara alami. Pada faktanya dalam menentukan suatu produk itu ramah lingkungan perlu di tinjau secara menyeluruh. Di samping itu, pengelolaan yang masih mengandalkan TPA tanpa memproses sampah terlebih dahulu juga menjadi perhatian kami,” pungkas Hanggara Sukandar, Director of Environment & Sustainability Affairs Responsible Care® Indonesia.
Sesuai dengan terbentuknya, Program YYADU! mengedepankan kolaborasi dalam proses edukasi dan sosialisasi. Pada kesempatan kali ini Program YYADU! berkolaborasi dengan Kita Olah Indonesia, sebuah institusi dengan spesialis pengelolaan dan daur ulang sampah yang berlokasi di Kota Bekasi. Beroperasi sejak tahun 2021, Kita Olah Indonesia telah turut ambil andil dalam memproses yang beredar di masyarakat.
Kita Olah Indonesia
“Sejak terbentuk, kami telah berupaya untuk memproses kurang lebih 900 ton non-organik dalam satu tahun. Khususnya, sampah plastik dalam berbagai jenis mulai dari high value plastic waste seperti HDPE, LDPE, PET, dan PS. Plastik-plastik tersebut sudah sepenuhnya dapat di daur ulang hingga low value plastic waste yang dianggap residu seperti multilayer,” ungkap Muhamad Andriansyah, Founder & CEO Kita Olah Indonesia.
Kita Olah Indonesia telah mendaur ulang sampah plastik mulai dari limbah plastik bernilai tinggi. Seperti, botol-botol bekas sampo, galon air mineral, jerigen, hingga tutupnya. Proses yang umum di lakukan oleh Kita Olah seperti memisahkan sampah plastik berdasarkan jenisnya, hingga berdasarkan warnanya. Setelah di pilah, sampah plastik akan di cacah hingga menjadi serpihan melalui mesin pencacah untuk kemudian dilebur dan didinginkan untuk kembali menjadi bahan dasar biji plastik atau plastic pallet.
“Dalam prosesnya tentu tidak seindah yang di bayangkan. Banyak sampah yang kami terima masih kotor, terutama sampah botol yang masih beserta isinya seperti botol-botol minuman dalam kemasan. Sehingga proses awal adalah untuk membersihkannya terlebih dahulu sebelum di pisahkan berdasarkan warnanya,” jelas Andre.
Kesadaran masyarakat untuk membersihkan dan memilah sampahnya sebelum di angkut ke tempat pemrosesan perlu terus di tingkatkan. Hal ini di harapkan dapat melengkapi tahapan-tahapan kegiatan daur ulang dan mengurangi sampah yang berakhir di TPA.
“Setelah di daur ulang menjadi bahan dasar, plastic pallet ini dapat di manfaatkan oleh produsen industri rumahan untuk kembali di cetak dan di bentuk menjadi produk yang baru. Bahan dasar daur ulang yang kami hasilkan ini telah di manfaatkan untuk di jadikan produk rumah tangga seperti salah satunya lakop sapu,” ujar Andre.
Edukasi dan sosialisasi daur ulang sampah plastik perlu terus-menerus di lakukan untuk menumbuhkan kesadaran tiap lapisan masyarakat dalam menjalankan perannya masing-masing.
“Kegiatan daur ulang sampah tidak dapat hanya di lakukan oleh satu pihak saja, namun perlu kolaborasi pentahelix yang melibatkan berbagai pihak mulai dari masyarakat, akademisi, pemerintah, pelaku bisnis, hingga media. Dengan demikian, percepatan kegiatan daur ulang dapat terus di tingkatkan demi terwujudnya ekonomi sirkular yang dapat di rasakan oleh semua pihak,” tutup Hanggara. (Hendi/red)