JENDELAPUSPITA – Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali menggelar Diskusi Komunikasi Mahasiswa (DISKOMA) yang kini telah memasuki edisi ke-15, Sabtu (14/09/2024). Pada diskusi kali ini, tema yang di angkat adalah “Refleksi Aktivisme dan Jurnalisme Digital dalam Perubahan Sosial”. Tema ini di pilih sebagai respons terhadap situasi demokrasi yang semakin dinamis di Indonesia. Terutama setelah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai aturan pencalonan dalam Pilkada. Wacana bahwa DPR mungkin akan menganulir putusan MK tersebut memicu berbagai respons dan bentuk perlawanan di ruang publik, termasuk melalui media digital.
DISKOMA ke-15 menghadirkan pembicara dari berbagai latar belakang untuk memberikan pandangan terkait aktivisme dan jurnalisme di era digital. Di antaranya adalah Raymundus Rikang, jurnalis senior dari Tempo, serta Firda Ainun, pegiat isu gender dan demokrasi.
Firda Ainun, dalam paparannya, menyoroti aktivisme digital sebagai bentuk gerakan moral yang semakin berkembang di kalangan masyarakat. Menurutnya, aktivisme digital saat ini bukan hanya sebatas produksi konten, tetapi juga merupakan alat untuk menggerakkan orang secara masif. Generasi Z dan Generasi Alpha, yang cenderung mengandalkan media sosial sebagai sumber utama informasi, menjadi motor penggerak perubahan ini.
Ia memberikan contoh nyata dari krisis demokrasi baru-baru ini, di mana gerakan repost di media sosial mampu menjangkau 1,7 juta orang hanya dalam waktu satu jam. Firda menekankan. “Ini adalah pencapaian yang mustahil di raih sebelum kehadiran platform digital.” Aktivisme digital, lanjutnya, telah mengubah cara masyarakat merespons isu-isu sosial dan politik dengan lebih cepat dan efektif.
Namun, ia juga menyoroti tantangan yang di hadapi dalam ruang digital ini. Salah satu tantangan terbesar adalah menciptakan lingkungan aktivisme digital yang aman dan terstruktur. Untuk itu, Firda menekankan pentingnya membangun jaringan atau aliansi di antara para aktivis untuk memperkuat gerakan mereka. Selain itu, edukasi kepada masyarakat juga sangat penting agar mereka dapat lebih memahami dan terlibat dalam berbagai isu sosial dan politik yang relevan.
Dari perspektif jurnalisme, Raymundus Rikang menyoroti bagaimana disrupsi digital telah membawa perubahan signifikan dalam industri media. Media cetak mulai di tinggalkan oleh masyarakat yang kini lebih mengandalkan platform digital sebagai sumber informasi utama. “Ini bukan hanya soal perubahan platform, tetapi juga bagaimana jurnalis bekerja dan menyampaikan informasi,” ujar Raymundus.
Selain disrupsi teknologi, Rikang juga menyoroti potensi ancaman terhadap kebebasan pers, terutama melalui regulasi seperti RUU Penyiaran yang di nilai bisa membatasi ruang gerak media. Menurutnya, regulasi semacam itu perlu dikritisi, karena berpotensi mengekang kebebasan pers dan menghambat jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
Lebih lanjut, Rikang menekankan pentingnya kolaborasi antara jurnalis dan aktivis. Ia mengatakan, “Kolaborasi ini penting untuk bersama-sama menguji dan melawan narasi-narasi yang dikeluarkan oleh pemerintah, terutama ketika kebebasan informasi dan demokrasi sedang berada di bawah tekanan.”
Diskusi dalam DISKOMA ke-15 ini berhasil memancing refleksi mendalam mengenai peran penting aktivisme dan jurnalisme digital dalam mendorong perubahan sosial di Indonesia. Dr. Rahayu, M.Si., selaku Kepala Program Studi Magister Ilmu Komunikasi UGM, dalam pidato penutupnya. Menyampaikan harapannya bahwa dengan adanya pertukaran pandangan dan ide dalam forum ini. Para peserta dapat mendapatkan wawasan baru tentang bagaimana integritas keilmuan bisa di jaga dan di terapkan dalam menghadapi tantangan zaman.
Acara ini di hadiri oleh peserta dari berbagai latar belakang, baik akademisi, praktisi media, maupun aktivis sosial, yang semuanya berkesempatan untuk bertukar ide dan pengalaman dalam diskusi yang hangat dan penuh wawasan. DISKOMA ke-15 ini menegaskan pentingnya keterlibatan publik dalam menjaga demokrasi. Serta peran media dan aktivisme digital sebagai garda terdepan dalam memperjuangkan perubahan sosial yang berkelanjutan.
(Hendi/red)