Dua Sayap Hati Siti Fatimah

JENDELAPUSPITA – Pagi itu, suasana sungguh syahdu. Hujan rinai mengiringi penyambutan kedatangan santri baru di sebuah pondok pesantren modern, Ma’had Rahmaniyah Al-Islamy. Lantunan ayat suci Al-Qur’an menambah keharuan para orang tua santri melepas sang buah hati demi meraih kesuksesan.

Seluruh guru serta civitas Ma’had bergerak menyambutnya dengan penuh kehangatan. Senyuman yang terukir tampak dari setiap wajah santri. Begitu juga dengan semangat santri yang membara untuk menuntut ilmu, beribadah, dan bermunajat kepada Allah.

Tak sadar bulir bening hangat mengalir dari sudut mataku. Kusaksikan mereka, yakni kedua orang tua dan seorang anak, memiliki ikatan hati yang kuat. Keyakinan diri seorang anak untuk menggapai cita di tempat terbaik yang Allah pilihkan dalam menggali ilmu semakin menguat dengan diiringi doa-doa yang dilangitkan kedua orang tua kepada Allah Yang Maha Kuasa.

Terdengar lirih bisikan itu, “Nak, semoga Allah karuniakan kesehatan, kemudahan, dan kelancaran, serta keberkahan selama belajar, ya. Doa kami selalu yang terbaik untukmu.”

Pemandangan ini tiap tahun silih berganti selalu kurasakan. Kuresapi dalam diri. Sadar bahwa kehidupan itu penuh warna. Kehidupan itu penuh keniscayaan. Warna apa yang akan kita jaga dan rawat? Tentu semua warna indah akan kita pelihara dengan sebaik-baiknya.

Entah kebahagiaan dan kesedihan, kemudahan dan kesulitan, keberanian dan ketakutan semua silih berganti. Itulah warna kehidupan yang kita rasakan selama berjuang melangkah menapaki sebuah kehidupan abadi.

Menjadi seorang santri tidaklah mudah. Banyak cobaan dan rintangan yang akan dilaluinya. Setiap diri kita tidak terlepas dari berbagai hal yang terjadi, baik itu hal yang disenangi atau tidak. Namun, sejatinya seorang muslim senantiasa ingat bahwa semua hal yang terjadi dalam kehidupannya merupakan kehendak Allah.

Sabar dan syukur dengan hati. Sediakan ruang hati yang luas untuk kesabaran dan kesyukuran, maka kita akan mudah menerima segala bentuk cobaan atau nikmat yang Allah hadirkan dalam hidup kita.

Sabar dan syukur dengan lisan. Tiada kata yang mudah di ucapkan oleh lisan melainkan dengan pertolongan Allah swt. Ringankan lisan kita untuk senantiasa melafazkan ‘Alhamdulillah’ dalam setiap keadaan yang Allah takdirkan kepada kita.

Sabar dan syukur dengan perbuatan. Anugerah terindah yang Allah berikan kepada setiap insan sudah semestinya di kelola dengan baik. Mampu mengelola diri untuk tidak mengikuti hawa nafsu serta bersyukur.

Seyogyanya, sabar dan syukur menjadi sikap yang menghiasi akhlak seorang santri. Oleh karena itu, jadilah insan yang memiliki dua sayap hati yang mestinya di jaga dan di rawat dengan penuh keikhlasan. Dua sayap itu adalah sabar tak bertepi, syukur tanpa tapi.

Dua Sayap Hati Siti Fatimah
Siti Fatimah, seorang guru SMPIT Rahmaniyah, Mah’ad Rahmaniyah Al-Islamy. Penulis suka sekali berlayar dalam lautan aksara. Hasil karya tulisannya di antaranya antologi puisi, antologi cerita fiksi dan nonfiksi, ensiklopedia pahlawan Indonesia, dan masih banyak lagi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *