HARUN BIN SAID ditulis ulang oleh Nur Indah Yusari

JENDELAPUSPITA – Harun bin Said atau Harun Tohir bin Mandar, lahir pada pada 14 April 1947 di Kepulauan Bawean. Ia merupakan anak dari pasangan Mandar dan Aswiyani. Harun sangat mencintai dan kelautan karena ia dibesarkan di wilayah yang dikelilingi laut.

Sejak duduk di bangku sekolah pertama, Harun sudah menjadi anak buah kapal dagang Singapura. Ia pun hafal betul dengan daratan dan jalur pelayaran Singapura karena kesehariannya di pelabuhan. Pengalaman itulah yang pada akhirnya mengantarkan beliau masuk di Angkatan Laut Indonesia.

Tugas Negara Harun bin Said

Setelah lulus SMA, Harun memutuskan untuk menjadi anggota sukarelawan Korps Komando Angkatan Laut (KKO) pada bulan Juni 1964. Saat itu, Harun di tugaskan untuk masuk ke dalam Tim Brahma I di Basis II Ops A KOTI di bawah Letnan KKO Paulus Subekti.

Setelah Harun memasuki Sukarelawan ALRI, yang tergabung dalam Dwikora dengan pangkat Prajurit KKO II (Prako II), ia mendapat gemblengan selama lima bulan, di daerah Riau daratan sejak November 1964. Pada tanggal 1 April 1965 di naikkan pangkatnya menjadi Kopral KKO I.

Harun bin Said Gugur

Harun memiliki beberapa keuntungan dalam tugasnya ini. Dia sebelumnya pernah beberapa kali pergi ke Singapura dengan menyamar sebagai pelayan dapur. Selain itu, perawakan Harun yang mirip dengan orang Cina sangat membantu penyamarannya.

Dengan menggunakan perahu karet, Harun dan kawan-kawannya berangkat dengan membawa 12,5 kilogram bahan peledak. Pada 10 Maret 1965, mereka berhasil meledakkan bangunan McDonald House yang terletak di pusat kota.

Mereka berhasil di tangkap oleh patroli musuh pada 13 Maret 1965 dan di bawa kembali ke Singapura untuk di adili. Pengadilan Singapura menjatuhkan vonis hukuman mati kepada keduanya. Pemerintah Indonesia pun melakukan berbagai usaha untuk meminta pengampunan atau keringanan hukuman, tetapi tidak berhasil.

Surat Untuk Ibunya

Di penjara Changi, Singapura, kedua prajurit itu menjalani hukuman gantung pada 17 Oktober 1968. Jenazah mereka di bawa ke Indonesia dan di makamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Sehari sebelum eksekusi hukuman gantung, Harun menuliskan surat untuk Ibunya. “Hukuman jang akan diterima oleh Ananda adalah hukuman digantung sampai mati, di sini Dalam dunia ini akan tetap kembali ke Illahi. Mohon Ibunda ampunilah segala dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan Ananda selama ini. Ananda tutup surat ini dengan utjapan terima kasih dan selamat tinggal selama-lamanja, amin. Djangan dibalas lagi.”

HARUN BIN SAID ditulis ulang oleh Nur Indah Yusari

Nur Indah Yusari, seorang ibu sekaligus dosen Bahasa Indonesia di beberapa kampus kedinasan dan swasta. Lulus dari Magister Ilmu Susastra UI 2015. Pernah menulis antologi puisi dan kumpulan cerita anak. Dapat bersilaturami di Instagram @nindahyu