JENDELAPUSPITA – Imam Bonjol bernama asli Muhammad Syahab. Lahir di Bonjol, Luhak Agam, Pagaruyung pada 1 Januari 1772. Ia merupakan putra dari pasangan Bayanuddin Syahab dan Hamatun. Ayahnya seorang alim ulama yang berasal dari Sungai Rimbang, Suliki, Lima Puluh Kota. Imam Bonjol juga memperoleh beberapa gelar, yaitu Peto Syarif, Malin Basa, dan Tuanku Imam.
Imam Bonjol dan Perang Padri
Perang Padri awalnya timbul didasari keinginan di kalangan pemimpin ulama di Kerajaan Pagaruyung untuk menerapkan dan menjalankan syariat Islam sesuai dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah (Sunni).
Kemudian pemimpin ulama yang tergabung dalam Harimau nan Salapan meminta Tuanku Lintau untuk mengajak Yang Dipertuan Pagaruyung beserta Kaum Adat untuk meninggalkan beberapa kebiasaan yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Dalam beberapa perundingan, tidak ada kata sepakat antara Kaum Padri dengan Kaum Adat. Kondisi pun kian bergejolak.
Keterlibatan Hindia Belanda
Pada 21 Februari 1821, Kaum Adat yang dipimpin oleh Sultan Tangkal Alam menjalin kerja sama dengan pemerintah Hindia-Belanda. Meski sudah ada campur tangan Hindia-Belanda dalam peperangan, perlawanan Kaum Padri tetap sulit ditaklukkan.
Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pun mengajak Tuanku Imam Bonjol, yang kala itu telah menjadi pemimpin Kaum Padri, untuk berdamai dengan maklumat Perjanjian Masang pada tahun 1824.
Selama periode gencatan senjata tersebut, Imam Bonjol mencoba memulihkan kekuatan dan merangkul kembali Kaum Adat. Bersatunya Kaum Adat dan Kaum Padri di mulai dengan adanya kompromi yang di kenal dengan nama Plakat Puncak Pato di Tabek Patah.
Menyadari bahwa mereka menghadapi masyarakat Minangkabau secara keseluruhan, pemerintah Hindia-Belanda lantas mengeluarkan Plakat Panjang. Selanjutnya, Hindia-Belanda dengan intensif mengepung dan menyerang benteng Kaum Padri di Bonjol dari segala jurusan. Pada 16 Agustus 1837 benteng Bonjol dapat di kuasai, namun Imam Bonjol berhasil keluar dari benteng bersama beberapa pengikutnya.
Pada Oktober 1837, Pemerintah Hindia-Belanda mengundang Imam Bonjol ke Palupuh untuk kembali merundingkan perdamaian. Momen ini di manfaatkan oleh Hindia-Belanda untuk menjerat Imam Bonjol hingga akhirnya menyerah.
Akhir Hayat Imam Bonjol
Setelah di tangkap di Palupuh, Tuanku Imam Bonjol di asingkan ke Lotta, Minahasa, dekat Manado. Beliau meninggal dunia pada 8 November 1864 dalam usia 92 tahun dan di makamkan di tempat pengasingannya tersebut.
Miftahul Jannah, lahir di Samarinda pada tanggal 12 Agustus 1988. Sejak 2008, berprofesi sebagai seorang guru di salah satu sekolah menengah pertama. Berdomisili di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.