JENDELAPUSPITA – Brukk! Buku Arina terjatuh dari laci mejanya. Melihat hal itu, Reidan dan Hamzan malah tertawa dan mengejek Arina.
“Bukannya bantuin malah ketawa,” ucapku tegas.
“Biarin, terserah kita dong,” sahut Hamzan cengengesan.
Aku, Zahira, dan Nindira membantu Arina membereskan barangnya. Setelah itu, aku terkejut karena ada embun yang keluar dari bawah meja.
Jam istirahat tiba, Reidan dan Hamzan hilang entah ke mana. Aku, Zahira, dan Nindira pergi mencari mereka. Kami mencari mereka ke seluruh koridor sekolah.
Saat melewati kelas seni, kami melihat sosok wanita seram yang menatap tajam. Kami pun berlari dan terpencar. Aku bersembunyi di dalam lemari karena kulihat Zahira berhasil ditangkap oleh wanita seram itu.
Tiba-tiba, sosok wanita itu berhasil menemukanku di balik lemari. Aku kembali berlari hingga akhirnya tersungkur.
Sosok itu semakin mendekat dan bersiap menangkapku. Beruntung, Farhan datang mengalihkannya. Aku berpikir bagaimana menyelamatkan diri dari sosok wanita itu.
Hingga akhirnya, kulihat ada galon seperempat terisi. Kuambil dan melemparkan galon itu kepadanya. Galon itu berhasil menahan tubuhnya.
Aku bertanya kepadanya mengapa ia mengganggu kami.
Ia menjawab, “Aku kesal karena mereka mem-bully-nya dan akhirnya kutangkap mereka. Dulu, aku juga pernah di-bully. Suatu orang mem-bully diriku mencuri kunci kelas seni dan mengunci diriku di sini hingga sesak dan akhirnya mati!”
Aku sedih mendengar ceritanya. “Sudahlah, aku tahu mereka jahat dan aku juga tahu kamu baik dan bisa memaafkan mereka.”
Dia mengangguk sambil tersenyum dan kembali ke tempatnya.
Tak lama, kedua sahabatku juga kembali. Bersyukur bahwa mereka tidak apa-apa.
Keesokan harinya terasa sangat damai, Hamzan dan Reidan minta maaf kepada Arina dan berjanji tidak ada mengejek Arina lagi. Dan setelah itu, aku, Hamzan, Reida, Zahira, dan Nindira berteman dekat dengan Arina.
Bilqis Taqiyya Zahra, Kelas 7, MTsN 2 Kota Bandung, Bandung