JENDELAPUSPITA – Hai, namaku Zahwa. Aku adalah santri di SMP QSBS Tasikmalaya. Liburan sekolahku lebih cepat satu minggu dibandingkan sekolah lain.
Ya, libur 2 minggu cukup untuk memenuhi rasa kangenku terhadap orang tuaku yang sudah 6 bulan tak bertemu. Setelah orang tuaku menjemputku ke pondok, kami langsung pergi ke Garut ke rumah Nenek.
Dalam perjalanan menuju Garut, kami membicarakan rencana mengisi liburan singkat ini.
“De, mau main ke Candi Cangkuang dan Kampung Pulo, ngga?” Ibuku memberi usul.
“Mau!” teriakku menerima usulan Ibu.
Aku senang sekali dan langsung setuju. Bulan depan sekolahku memang akan mengadakan kunjungan ke tempat ini. Hari kedua di Garut, aku bersama Ayah, Ibu, dan sepupuku yang berumur 5 tahun, Miela berangkat ke Cangkuang.
Setelah Zuhur, kami berangkat ke sana. Ternyata benar, tempat ini sering kulewati kalau mau ke rumah Nenek, tapi tak tahu di dalamnya ada tempat wisata budaya.
Untuk ke Kampung Pulo, kami harus menaiki rakit karena lokasinya berada di tengah danau. Pemandangannya sangat indah saat kita berada di atas rakit.
Setelah menyeberang, kami tiba di Kampung Pulo. Aku kagum melihat Candi Cangkuang dan rumah adat Kampung Pulo. Kampung Pulo merupakan kampung peninggalan Embah Dalem Arif Muhammad.
Di sana ada enam rumah adat dan satu masjid adat. Enam rumah ini melambangkan anak perempuan dan satu masjid melambangkan anak laki-laki Embah Dalem Arif Muhammad.
Banyak larangan di Kampung Pulo, di antaranya berziarah pada hari Rabu, memukul atau menabuh gong besar dari perunggu, dan larangan memelihara hewan besar berkaki empat.
Saat asyik menjelajah Kampung Pulo dan Candi Cangkuang, tiba-tiba hujan deras. Semua pengunjung berteduh di museum. 30 Menit menunggu hujan belum juga reda, hari semakin gelap.
Miela sepupuku merengek minta pulang, akhirnya kubujuk dia untuk main game bersama sambil menunggu hujan agak reda. Pengunjung lain mulai memaksakan untuk pulang meski gerimis, kami pun menyusul.
Ternyata kami adalah pengunjung terakhir. Tukang rakit sudah menunggu, dan kami kembali naik rakit. Andai tidak hujan besar, pasti aku puas menjelajah lebih lama.
Zahwa Safwana Ankhofiyya, penulis cilik berusia 12 tahun ini berdomisili di Kuningan. Tercatat sebagai siswi kelas 8 di SMP QSBS Tasikmalaya. Ia memiliki hobi menggambar dan membaca komik.