Banyak sekolah dan kampus seperti pabrik mimpi dan khayalan. Setelah lelap dan asyik bermimpi bertahun-tahun dengan dijejali pelbagai teori dan pengetahuan, tiba-tiba terbelalak dan gagap melihat dunia nyata yang terkadang tidak seperti yang diimpikan. (I’m4M Save‘I)

Secara kuantitatif, jumlah lembaga pendidikan Islam di Indonesia saat ini sangat membanggakan. Dari tahun ke tahun, tumbuh dan perkembangannya cukup pesat. Berdasarkan data Educational Management Information System (EMIS) semester genap Tahun Pelajaran 2021/2022, terdapat sekitar 390.529 lembaga pendidikan Islam, yang terdiri atas Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), Negeri dan Swasta, sebanyak 879 buah, 85.439 madrasah (RA s/d. MA), 37.626 Pondok Pesantren dalam pelbagai tipe, 90.017 madrasah Diniyah Takmiliyah, dan tidak kurang 174.355 Lembaga Pendidikan Al-Qur’an (LPQ) dengan jumlah peserta didik seluruhnya sebanyak 29.702.651 orang.

Fenomena yang sangat fantastis yang tidak dimiliki bangsa manapun di belahan dunia. Ini artinya bahwa hampir 10% dari jumlah penduduk Indonesia saat ini adalah bagian dari peserta didik lembaga pendidikan Islam.

Melihat data tentang pendidikan Islam di Indonesia seperti ini pasti memunculkan gambaran dalam banyak perspektif. Bisa dilihat kekuatannya, kelemahannya, peluang, dan sekaligus tantangannya. Dengan komunitas terbesar di dunia, tentu tidak ada salahnya kita mencoba memasang target besar dan bermimpi indah untuk menjadikan Indonesia menjadi Destinasi Pendidikan Islam dunia. Ke depan, kita berharap para peserta didik dari pelbagai belahan dunia Islam berbondong-bondong mendalami ke-Islam-an pada lembaga pendidikan Islam di Indonesia.

Dari tipe dan jenis pendidikan Islam tersebut, PTKI yang tersebar di seluruh pelosok tanah air dengan pelbagai status dan kekhasannya diharapkan hadir di tengah-tengah masyarakat dengan membawa perubahan ke arah yang lebih baik. PTKI yang diyakini sebagai salah satu model lembaga pendidikan Islam Indonesia harus jelas distingsinya. Oleh karena itu, untuk mewujudkan mimpi besar Indonesia menjadi destinasi pendidikan Islam dunia, PTKI yang menjadi harapannya.

Dengan demikian PTKI tidak hanya sebagai wadah penampungan kelanjutan studi peserta didik dari jenjang pendidikan sebelumnya, tetapi harus betul-betul memberikan prospektif untuk masa depan alumninya. PTKI tidak hanya berkontribusi menjadikan seseorang makin tua saja, tetapi harus memberikan nilai tambah untuk memperkuat peran dan kiprahnya pada periode masa depan berikutnya. Di sinilah dibutuhkan kerja keras semua pihak yang terlibat dalam menentukan mutu perguruan tinggi untuk terus bersama-sama bergerak maju mengembangkan potensi peserta didik dengan melayani keragaman kecerdasan dan mencerdaskan keberagamaan mereka.

Saat ini, peran yang jelas dan sudah dibuktikan oleh PTKI adalah keberhasilannya menghadirkan model pendidikan Islam yang toleran, insklusif, moderat dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan. Peran inilah yang diyakini keberadaan Lembaga Pendidikan Islam pada umumnya dan PTKI khususnya telah mampu memberikan kontribusi besar terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Di tengah-tengah konflik berkepanjangan yang terjadi di beberapa negara yang mayoritas penduduknya muslim saat ini, maka pilar-pilar pendidikan Islam yang telah dilaksanakan PTKI akan menjadi pilihan dan mempercantik wajah Islam Indonesia.

Tantangan Pendidikan Tinggi Keagamaan

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, gaya hidup, dan kebijakan-kebijakan global menjadi tantangan yang dihadapi dan harus dijawab oleh lembagap pendidikan tinggi, termasuk PTKI. Tujuan pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, serta

menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Mandat berat ini secara umum dialamatkan kepada seluruh lembaga pendidikan. Oleh karena itu, tugas ini tidak bisa hanya dibebankan pada jenjang pendidikan tertentu saja, kelompok masyarakat tertentu, atau hanya satu instansi tertentu. Karena ini menjadi tujuan nasional, maka seluruh komponen bangsa harus padu memikirkan, melaksanakan, dan memberikan kontribusi sepenuhnya terhadap pencapaian cita-cita itu. Wajar jika Lembaga Pendidikan Tinggi mengambil peran di garda terdepan. Sebab, output atau produk dari lembaga inilah yang dinilai paling siap dan paling dekat untuk untuk menjawab tantangan ini.

Perguruan Tinggi Keagamaan Islam dengan ragam jenisnya, baik Sekolah Tinggi, Insitut dan Universitas, seharusnya mampu menjawab pelbagai tantangan tersebut, terutama terkait dengan keragaman persoalan keberagamaan. Paling tidak, dengan Kebijakan Transformasi Digital, Kemandirian Pesantren, dan Penguatan Moderasi Beragama yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Agama, diharapkan dapat membantu mengurai dan menjawab persoalan-persoalan yang menjadi tantangan masyarakat saat ini.

Lembaga Pendidikan Tinggi, diharapkan tidak hanya reaktif merespon persoalan-persoalan yang sedang dihadapi manyarakat. Lebih dari itu, perguruan tinggi juga harus bertindak proaktif untuk menyiapkan jawaban-jawaban persoalan yang diyakini akan terjadi di masa yang akan datang. Perguruan tinggi harus mampu bertindak dan menyiapkan jawaban-jawaban yang bersifat futuristik. Inilah yang akan menjadi distinggi atau pembeda antara perguruan tinggi dengan lembaga pendidikan pada jenjang di bawahnya.

Proyeksi Lulusan Perguruan Tinggi Keagamaan

Dampak dari kemajuan ilmu dan teknologi di era digital saat ini menyentuh hampir di seluruh lini kehidupan termasuk dunia pendidikan. Pelbagai tantangan baru terkadang hadir menghentakkan dunia pendidikan karena di samping ada hal-hal positif dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, juga ada hal-hal mengejutkan yang tidak bisa dihindari dan tidak pernah difikirkan sebelumnya.

Dalam Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Tahun 2020-2024 dirumuskan tujuan pendidikan Islam adalah peningkatan lulusan yang produktif dan memiliki daya saing komperatif. Dalam rangka mewujudkan tujuan ini diperlukan sasaran prioritas untuk meningkatkan kualitas PTKI bereputasi internasional, pemanfaatan hasil-hasil penelitian dan meningkatnya kualitas lulusan PTKI yang bisa diterima di dunia kerja.

Peningkatan produktivitas lulusan PTKI yang unggul dan bereputasi internasional dengan menitikberatkan pada peningkatan produktivitas lulusan dan kelembagaan PTKI yang mempunyai keunggulan komparatif serta memiliki reputasi internasional.

Dari perspektif keberagamaan dan kebangsaan, lulusan perguruan tinggi keagamaan sepertinya sudah sesuai harapan karena sejak awal mengikuti proses pendidikan dan perkuliahan sudah ditempa dengan paham keagamaan moderat yang menjadikan mereka taat beragama dan mencitai negara. Dengan jumlah lulusan yang cukup besar setiap tahunnya, khususnya pada program studi keagamaan. Ini merupakan tantangan besar yang harus dijawab dengan memastikan proyeksi lulusan.

Membanggakan indeks prestasi saja ketika prosesi wisuda mungkin tidak cukup karena fakta keterpakaian ilmu dan pengetahuannya di dunia nyata ini yang menjadikan mereka bangga. Dengan demikian rumusan proyeksi lulusan PTKI yang menggabungkan dimensi intelektualitas (Intelligence Quotient/IQ), kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient/SQ), kecerdasan emosional (Emotional Quotien/EQ), kemampuan berkreativitas (Creativity Quotient/CQ), serta ketangguhan dan daya juang (Adversity Quotien/AQ).

Kemampuan memahami pelbagai kecerdasan ini penting untuk perumusan proyeksi lulusan perguruan tinggi karena diyakini semuanya berkontribusi menentukan keberhasilan mahasiswa berkiprah di tengah-tengah kehidupan masyarakat di masa depan.

Imam Safe’i (Karo AUPK UIN Sunan Gunung Djati)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *