JENDELAPUSPITA – Namaku Amanda, seorang siswa kelas 6 Xylophone SD Bianglala Kota Bandung. Sekolah kami baru saja menyelesaikan Penilaian Tengah Semester. Sebagai acara refreshing selepas PTS, sekolah menyelenggarakan kegiatan karyawisata ke Taman Hutan Raya (THR) Juanda, Dago, Bandung.
Pukul 06.50 WIB, aku tiba berada di sekolah. Sudah kubawa segala perlengkapan, seperti senter, jas hujan, alat salat dan bekal secukupnya di dalam tas, sesuai perintah dari Bu Guru. Aku dan teman-teman di bagi menjadi 8 kelompok.
“Anak-anak, sekarang Bapak umumkan pembagian kelompoknya, ya. Dengarkan baik-baik!” teriak Pak Rismanto dengan lantang. Setelah di umumkan, aku berada di kelompok 3. Setiap kelompoknya berbaur siswa kelas 5 dan 6.
Seusai pembagian kelompok, kami di arak untuk menaiki tronton TNI yang besar. Aku berpegangan ke truk sambil meniti anak tangga. Seluruh siswa yang mengikuti karyawisata ini terlihat sangat antusias karena selalu riang dan gembira.
Perjalanan ke THR cukup lancar. Sekiranya 1 jam, kami sudah sampai di tujuan. Sebelum bertualang kami berdoa dan mengucapkan ikrar syahadat, kebiasaan kami di SD Bianglala.
“Anak-anak, siapkan senternya, ya!” perintah Pak Asep, guru Bahasa Sunda kepada kami, saat memasuki Gua Belanda.
“Baik, Pak,” jawab kami serempak.
Satu per satu siswa memasuki gua. Syukurlah nyala senter yang kubawa cukup untuk menerangi lorong dan koridor gua yang gelap. Di dalam gua, aku melihat ada logam yang menempel di dinding gua, berbentuk huruf U dengan segitiga yang tersebar di logam itu.
“Bu, itu apa?” tanyaku penasaran.
“Wah, apa, ya? Ibu juga nggak tau, Nak,” jawab Bu Wita.
Gua tersebut terdapat 15 lorong dan 3 koridor. Setiap koridor punya fungsi yang berbeda. Koridor pertama untuk saluran air, koridor kedua untuk ruang ventilasi, dan yang terakhir untuk ruang interogasi. Terbayang bagaimana masyarakat pribumi di perbudak secara tidak manusiawi.
Konon katanya, dahulu gua ini di gunakan sebagai PLTA Bengkok, kemudian beralih fungsi menjadi markas militer pada saat perang dunia kedua.
Tak lama kami tiba di ujung gua. Lalu, kami beranjak ke sebuah bendungan air. Di sana, kami beristirahat untuk minum dan camilan yang di bawa. Setelah makan, kami menaiki tangga yang di bentuk dari tanah dan melihat penangkaran rusa.
Setelah itu, kami beranjak pulang. Di perjalanan, kami semua merasa bahagia dan senang. Hiking walaupun lelah, ini adalah pengalaman yang sungguh tak terlupakan.
Amandari Nur Azizah Firmana, berusia 11 tahun. Putri pertama Hendri Firmana dan Gita Nurul Puspita ini duduk di kelas 6 SD Bianglala, Bandung. Bukunya yang sudah terbit: Antologi Komik “Class Comedy”.