PANGERAN DIPONEGORO ditulis ulang oleh Elis Holisyoh

JENDELAPUSPITA – Bendara Raden Mas Mustahar atau nama islamnya Abdul Hamid, yang lebih di kenal seantero Nusantara sebagai Pangeran Diponegoro, lahir di Ngayogyakarta Hadiningratm 11 November 1785. Ayahnya bernama Sultan Hamengkubuono III, sedangkan Ibunya bernama R.A. Mangkarwati.

Masa Kecil Diponegoro

Sejak kecil di asuh oleh nenek buyutnya bernama Ratu Ageng, permaisuri Sultan Hamengku Buono I. Jauh dari keraton untuk di latih dan di didik menjadi cerdik dan cendekia serta menjadi satria. Ia di kenal sebagai pribadi yang cerdas dan banyak membaca.

Pangeran Diponegoro mulai menaruh perhatian pada masalah keraton ketika dirinya ditunjuk menjadi salah satu anggota perwalian untuk mendampingi Sultan Hamengkubuwana V (1822), yang saat itu baru berusia 3 tahun. Karena baru berusia 3 tahun, pemerintahan keraton sehari-hari di kendalikan oleh Patih Danureja IV dan Residen Belanda.

Kehidupan Pribadi

Dia juga di kenal sebagai pria yang romantis, Pangeran Diponegoro setidaknya menikah beberapa kali dalam hidupnya. Sang Pangeran pertama kali menikah pada usia 27 tahun dengan Raden Ayu Retno Madubrongto, seorang guru agama dan putri kedua dari Kiai Gede Dadapan.

Diponegoro menikah hingga delapan kali, antara lain Raden Ajeng Supadmi, R.A. Retnadewati, Raden Ayu Citrawati, Raden Ayu Maduretno, Raden Ayu Retnoningrum, dan Raden Ayu Retnaningsih, dan R.A. Retnakumala.

Pangeran Diponegoro sebagai pejuang dalam Perang Diponegoro, perang melawan serdadu Belanda. Perang yang menelan korban terbanyak dalam sejarah Indonesia, yakni 8.000 serdadu Hindia Belanda, 7.000 pribumi.

Perang Diponegoro

Diponegoro meninggal pada 8 Januari 1855, pukul 06.30 pagi. Tujuh hari kemudian, anak dan istrinya memutuskan untuk tetap tinggal di Makassar. Menurut Peter Carey, Gubernur Jenderal AJ Duymaer van Twist mengeluarkan perintah rahasia bahwa keluarga Diponegoro tetap di perlakukan sebagai orang dalam pengasingan dan hanya di perbolehkan berada di Makassar, tetapi mereka mendapatkan tunjangan 6000 gulden yang di bayarkan melalui keraton Yogyakarta.

Pada tahun 1885, sang istri yakni Raden Ayu Retnoningsih meninggal dunia. Raden Ayu Retnoningsih di makamkan di kampung jera. Kampung jera atau kampung pemakaman berada di lokasi kampung Melayu. Raden Ayu Retnoningsih di makamkan di samping makam Pangeran Diponegoro

PANGERAN DIPONEGORO ditulis ulang oleh Elis Holisyoh

Lies Firdaus adalah nama pena Elis Holisyoh, sejak duduk di bangku Sekolah Dasar sudah mulai menyukai membaca buku-buku cerita dan kisah-kisah pahlawan. Saat ini mengajar di SDN Bendungan Pagaden Barat Subang. Telah beberapa buku yang di tulisnya bersama Jendela Puspita, yakni 40 Wajah Corona dan Cerita Rakyat Nusantara.