JENDELAPUSPITA – Pagi buta Ibu sudah rapi dengan dagangannya. Setiap hari Ibu sudah bangun sebelum kubangun. Terkadang aku membantu ibu menyiapkan barang dagangannya ke sepeda.
Kalau libur sekolah, aku pun ikut menjajakan dagangannya keliling kampung. Ibu berjualan nasi uduk yang sudah di bungkuskan dengan daun pisang dan olahan lainnya yang di goreng. Ibunya menuntun sepeda, aku mengikuti di belakangnya sambil teriak.
“Nasduk-nasduk, pisgor-pisgor.” Sepanjang jalan Andi teriak seperti itu.
“Besok-besok Andi nggak perlu ikut, ya. Andi di rumah saja,” pinta Ibu.
“Aku senang, Bu. Bisa bantu Ibu,” jawab Andi penuh semangat.
Aku jadi ikut merasakan betapa lelahnya jalan kaki sambil menuntun sepeda. Setiap hari Ibu melakukaknnya sendiri. Jam 9 pagi biasanya dagangannya sudah habis. Tapi, berbeda dengan hari itu. Dagangannya masih banyak. Padahal, hari sudah siang.
“Ayo kita pulang saja, Nak,” ajak Ibu.
“Dagangannya belum habis, Bu.” kataku.
“Nggak apa-apa. Nak. Kita berikan saja ke orang yang mau. Anggap bersedekah,” kata Ibu.
Aku hanya diam. Dalam hatinya betapa Ibu sangat mulia. Ibu tak pernah mengeluh apalagi marah. Aku kagum dan sayang dengannya. Ibu mengajariku banyak hal. Mengajari tentang perjuangan, kejujuran, kerja keras, serta kesabaran. Walau diriku baru berusia 10 tahun, aku mengerti apa yang telah Ibu contohkan. Ibu memang luar biasa.
Suatu hari ibu sakit, Aku bingung harus bagaimana. Akhirnya kuajak Ibu berobat ke puskesmas dengan bantuan tetangganya. Sebenarnya Ibu harus di rawat di rumah sakit, tapi tidak ada biaya.
Sepulangnya dari rumah sakit, kukabari Paman. Keesokan harinya pamannya tiba. Kupikir Ibu hanya sakit biasa saja. Tapi, tidak di sangka Ibu mengidap penyakit kanker usus stadium empat.
Diriku tidak mengetahui kalau Ibu menderita penyakit separah itu, sebab Ibu sama sekali tak pernah cerita dan tak pernah ada yang di rasa. Mungkin selama ini, Ibu menyembunyikan penyakitnya. Sejak kecil diriku sudah di tinggal Ayah karena kecelakaan.
Siang itu langit terlihat mendung, seolah ikut bersedih. Di ruang tengah itu ada Ibu yang sedang berbaring sakit dan berucap seolah berpesan yang terakhir kali.
“Andi… sini, Nak. Ibu mau bicara. Kalau Ibu sudah tiada, Andi ikut Paman. Andi sekolah yang tinggi. Jual rumah ini untuk biaya sekolah,” kata Ibu sambil memegang erat tanganku seolah tak mau lepas.
“Ibu.., Ibu… jangan berkata begitu. Ibu harus sembuh. Andi akan tetap sama Ibu. Andi akan sekolah yang rajin sesuai pinta Ibu,” jawabku sedih. Paman hanya diam melihat situasi seperti itu. Tak sanggup untuk berucap.
Ibu pun berucap lagi, “Mas titip Andi. Jaga dia baik-baik.” Hanya itu yang dapat di sampaikannya.
Setelah itu Ibu tak mampu berkata lagi. Saat itu pula menghembuskan napas terakhir. Suasana jadi sedih, pilu karena diriku terus-terusan menangis histeris.
Paman terus menenangkan tapi tidak menggubris tetap memanggil-manggil Ibu. Paman pun seolah tak percaya atas kematian kakaknya yang mendadak. Sakitnya tidak lama. Sungguh tak di sangka akan secepat ini. Paman terus berusaha menenangkanku.
“Kalau Andi sayang sama Ibu, ikhlaskan kepergian Ibu, ya! Biar Ibu tenang di alam sana,” pinta Paman. Jenazah Ibu di bawa ke kampung halaman.
Setelah Ibu meninggal, kutinggal bersama pamannya. Aku berjanji akan menepati permintaan Ibu. Tiada hari tanpa belajar. Setelah lulus SD, aku di sekolahkan di pondok pesantren.
Setelah 6 tahun, aku lulus Madrasah Aliyah dan hafal 15 juz. Karena hapalannya itu, diriku masuk perguruan tinggi yang ada di Malang melalui jalur beasiswa. Paman bangga melihat kesungguhanku dalam belajar.
Suatu hari Paman mengajak ziarah ke makam Ibu.
“Andi… sebelum masuk kuliah, mari kita ke makam Ibumu. Ibu pasti bangga karena Andi sudah menjadi mahasiswa,” ajak Paman.
“Ayo, Paman. Aku juga sudah lama tidak ke makam,” jawab Andi. Mereka pergi menuju makam.
Pepatah mengatakan “Man jadda wa jadda” (Siapa yang bersungguh-sungguh akan tercapai apa yang di impikannya). Pelajaran yang paling berharga adalah contoh tauladan dari seorang ibu. Di balik keberhasilan dan kesuksesan seorang anak ada Ibu yang hebat. Ibu adalah sumber kekuatan bagi anak. Untuk itu jadilah seorang ibu yang menjadikan inspiratif dan spirit buat anaknya.
Siti Rukiah adalah guru Bahasa Indonesia di SMAN 4 Tangerang Selatan. Lahir di Tangerang, 18 Mei 1969. Lulusan S-1 IKIP Muhammadiyah Jakarta jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan S-2 Unindra Jakarta jurusan Bahasa Indonesia. Ibu dari tiga orang anak ini mempunyai hobi membaca dan menulis.