JENDELAPUSPITA, Jakarta – Dalam diskusi media Klub Jurnalis Ekonomi Jakarta (KJEJ) bertema ‘Menyikapi Hoax dan Negative Campaign Dalam Persaingan Bisnis AMDK’. Pakar komunikasi, Akhmad Edhy Aruman, menuturkan bahwa persaingan di pasar air kemasan bermerek tengah berlangsung ketat.
Menurut Edhy, Le Minerale sebagai penantang pasar, tampil dengan strategi bermain kemasan sekali pakai, baik produk kemasan botol maupun galon. Ini kontan membedakan produk perusahaan dengan Danone Aqua, sang pemimpin pasar, yang menggunakan model pakai ulang pada produk galon.
Nah, menurut Edhy, pilihan tersebut tak pelak mendorong Le Minerale berani memasarkan produknya dengan harga di atas produk Danone Aqua. Tapi langkah itu di nilai masih belum cukup. Tak ayal, Le Minerale mencari diferensiasi yang lain dengan Danone Aqua. Lalu, di temukan bahwa ternyata produk galon Danone Aqua, yang kemasannya menggunakan plastik jenis Polikarbonat, berisiko mengandung Bisfenol A (BPA).
Kemasan yang Lebih Sehat
Menurut Faisal Rahman, Redaktur Pelaksana Validnews, belakangan, karena pilihan kemasan yang lebih sehat, brand lain rupanya mengekor langkah Le Minerale. Dan di Bali dan Manado, market leader ternyata ikut mengonversi kemasan galon polikarbonatnya ke galon PET bebas BPA.
“BPA memang bisa memperkuat kemasan plastik. Kalau plastik nggak ada BPA kemasannya menjadi lembek. Yang jadi problem adalah adanya potensi peluruhan BPA pada galon polikarbonat yang bisa menimbulkan risiko kesehatan,” ujar Edhy.
Dalam catatan KJEJ, BPA adalah senyawa kimia yang dapat memicu kanker, gangguan hormonal dan kesuburan pada pria dan wanita. Selain itu juga menyebabkan gangguan tumbuh kembang janin dan anak. Jamak di gunakan sebagai bahan baku produksi galon guna ulang, senyawa tersebut di ketahui mudah luruh dari kemasan galon. Serta, rawan terminum oleh konsumen hingga ke level yang melebihi ambang batas aman.
Edhy menjelaskan, Danone Aqua sudah puluhan tahun menjadi market leader di pasar AMDK. Hingga tiba-tiba muncul Le Minerale dengan branding galon selalu baru dengan kemasan plastik Polietilena Tereftalat (PET).
“Tentu hal ini mengganggu pangsa pasar Danone Aqua,” jelas Edhy, Dosen Komunikasi di London School of Public Relations (LSPR).
Edhy melanjutkan, Le Minerale lantas mencoba menarik perhatian konsumen dengan menekankan aspek kesehatan produk. Perusahaan mengklaim teknologi galon sekali pakai menyediakan air mineral yang lebih bersih, aman, dan sehat di banding metode pengemasan lainnya. Selain itu, perusahaan juga aktif mengkomunikasikan potensi bahaya BPA pada kemasan berbahan polikarbonat yang di gunakan oleh banyak merek lainnya.
“Sedangkan Danone Aqua, mereka memfokuskan kampanye mereka pada keberlanjutan dan ramah lingkungan. Mereka menekankan bahwa galon mereka dapat di gunakan berulang kali, hingga mengurangi sampah plastik,” ujar Edhy.
Isu Negative Campaign
Yang menarik, inovasi dan kreativitas komunikasi Le Minerale belakangan di ikuti dengan munculnya berbagai isu negative campaign. Selain soal isu lingkungan dan keamanan produk Le Minerale, pemberitaan negatif di media massa terus saja bermunculan.
Terbaru, peluru kampanye negatif juga di tembakkan ke media sosial. Faisal Rahman mengamati sejumlah influencer mendadak tampil menyiarkan konten yang mendiskreditkan Le Minerale dan sejumlah brand lainnya. Contoh terbaru mudah di lihat pada konten Tiktok dari @prazteguh yang menilai negatif sejumlah brand yang digambarkan berasa pahit. Ia secara terang-terangan, kampanye berbayar itu hanya memuji satu brand, yakni Aqua.
Tengok pula kampanye negatif di media macam Mantra Sukabumi, yang menyebut 5 bahaya tersembunyi pada produk Le Minerale. Belakangan, media bagian dari Pikiran Rakyat Media Network ini menghapus beberapa artikelnya. Tapi pada akhirnya, data pasar dan persepsi konsumen yang berbicara.
Air Minum Dalam Kemasan (AMDK)
Edhy memaparkan jajak pendapat di @Jakpatapp September 2022 bahwa Le Minerale membayangi Aqua sebagai air mineral kemasan botol yang di gemari masyarakat. Mereka di pilih oleh 62,1% responden. “Ini angkanya lebih dari 100% karena memang ada responden yang memilih lebih dari 1 air mineral,” ujar Edhy.
Pun demikian, Faisal juga menyitir data Asparminas di tahun 2022 bahwa penantang pasar sukses meningkatkan pangsa pasarnya. Data yang di sodorkan Asosiasi Produsen Air Minum Kemasan Nasional (Asparminas) menyebutkan volume penjualan AMDK galon bermerek meningkat 3,64% pada 2022 dengan total produksi mencapai 10,7 miliar liter dan penjualan Rp 9,7 triliun.
Dari angka itu, volume penjualan galon berbahan kemasan plastik PET, termasuk yang di produksi Le Minerale, meningkat pesat hingga 31% menjadi 818 juta liter. Ini lonjakan tajam bila di bandingkan dengan volume penjualan Danone Aqua yang justru susut 0,67% menjadi 6,5 miliar liter meski secara keseluruhan Danone Aqua masih menguasai sekitar 60% pasar galon bermerek.
Adapun pembicara terakhir Kepala Center For Entrepreneurship, Tourism, Information and Strategy Pascasarjana Universitas Sahid, Algooth Putranto, menilai media saat ini belum maksimal dalam menyajikan berita terkait isu Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) galon, utamanya dari aspek kesehatan maupun aspek lingkungan hidup. Dia mencontohkan masih minimnya pemberitaan yang komprehensif terkait risiko Bisfenol A (BPA) pada galon guna ulang.
“Misalnya, jika regulator mengatakan BPA pada galon polikarbonat aman asalkan sesuai dengan kriteria Standar Nasional Indonesia (SNI), media seharusnya aktif menggali dasar pernyataan tersebut. Ini perlu di lakukan karena di Eropa dan Amerika, sejak lama sudah ada peringatan dan bahkan larangan dari orotitas keamanan pangan atas kemasan pangan yang berisiko mengandung BPA,” katanya.
Lebih jauh, Algooth berharap media tuntas membuka nama produsen galon yang masih menggunakan kemasan polikarbonat yang mengandung BPA. “Jika merujuk pada UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers , media harusnya tidak perlu takut karena ini kepentingan umum (pasal 3 dan pasal 6). Tentu harus di ingat, ada hak jawab dan koreksi (pasal 1) yang harus di hormati media ketika ada pihak yang merasa perlu menggunakan hak tersebut,” tegas Algooth.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Badan Pengurus Pusat Perusahaan Periklanan Indonesia (BPP P3I), Susilo Dwihatmanto, menjelaskan kepada jurnalis KJEJ melalui sambungan telepon, bahwa berbagai bentuk negative campaign harus dihentikan. “Kami sudah menyiapkan rambu-rambu beriklan yang jelas. Dengan demikian segala upaya iklan yang menjelekkan competitor lain baik di media massa konvensional maupun di media social itu tidak etis,” ujar Susilo dengan tegas.
Susilo memaparkan, berbagai rambu terkait etika periklanan sudah dituangkan dalam panduan Etika Pariwara Indonesia Amandemen 2020. “Meski demikian kita juga harus memahami bahwa etika lebih ke pedoman. Spiritnya adalah self regulations. Bagaimana membuat iklan secara lebih beretika,” tegas Susilo.
Di akhir acara Diskusi KJEJ, Burhan Abe, jurnalis senior sekaligus pemimpin redaksi media online Sorogan.id menyimpulkan selaku moderator bahwa di era keterbukaan informasi saat ini, dan menjelang tahun politik, sebaiknya produsen menghentikan segala negative campaign dan berfokus memberikan produk terbaik untuk masyarakat.
“Sehingga masyarakat dan berbagai stakeholders industry AMDK lainnya tidak dibuat bingung dengan berbagai pemberitaan maupun promosi negatif di media massa dan media sosial. Fokuskan segala upaya untuk menciptakan ketenangan di masyarakat sekaligus tanpa henti berinovasi memberikan produk berkualitas yang aman dan menyehatkan masyarakat,” ujar Burhan.