JENDELAPUSPITA – Sultan Hasanuddin terlahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631, dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Sultan Hasanuddin merupakan putra dari pasangan Raja Gowa ke-15, Sultan Malik as-Said atau Malikulsaid (1639–1653) dengan I Sabbe To’mo Lakuntu, dan kakeknya Sultan Alauddin (1593–1639) Raja Gowa pertama yang memeluk agama Islam.
Kehidupan Awal
Sejak kecil, Hasanuddin menunjukkan kelebihannya dari saudara yang lain. Ia memiliki jiwa kepemimpinan, kecerdasan, dan kerajinan dalam belajar yang sangat menonjol. Hasanuddin juga rendah hati dan jujur.
Ia belajar di Pusat Pendidikan dan Pengajaran Islam di Masjid Bontoala, yang membentuk Hasanuddin menjadi pemuda yang beragama dan memiliki semangat perjuangan.
Pada usia 8 tahun, Hasanuddin mengalami peristiwa duka, sebab kakeknya mangkat. Sehingga Ayahnya menggantikannya sebagai raja dan menjadi raja Gowa XV. Beliau dilantik pada tanggal 15 Juni 1639.
Kerajaan Gowa
Hasanuddin sering mendapatkan bimbingan dari Ayahnya maupun Mangkubumi Kesultanan Gowa, Karaeng Pattingaloang. Bahkan, Ayahnya sering mengajak Hasanuddin untuk menghadiri pertemuan penting dengan harapan dapat menyerap ilmu diplomasi dan strategi perang. Dia juga memiliki pergaulan yang luas, hingga dengan orang asing. Pada usia 20 tahun, Hasanuddin menjadi utusan mewakili Ayahnya untuk mengunjungi kerajaan Nusantara yang bersahabat dengan kerajaan Gowa.
Pada 6 November 1653, Sultan Malikusaid, ayah Hasanuddin wafat, kemudian Hasanuddin diangkat menjadi Raja Gowa ke-16. Pengangkatan Sultan Hasanuddin sebagai Raja Gowa, sebab adanya pesan dari ayahnya Raja Sultan Malikulsaid sebelum wafat. Mangkubumi Kesultanan Gowa, Karaeng Pattingaloang juga mendukung keputusan almarhum Raja Sultan Malikussaid.
Perlawanan Terhadap Belanda
Pada awal kepemimpinan Sultan Hasanuddin, Belanda telah bergerak menguasai banyak kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara. Meski begitu, ia tidak mau tunduk dan tetap meneruskan perjuangan ayahnya melawan Belanda. Bahkan, beliau berusaha mengumpulkan kerajaan-kerajaan kecil lainnya untuk bergabung dan berjuang melawan penjajah.
Sehubungan dengan meningkatnya tekanan Kompeni Belanda, Sultan Hasanuddin memanggil Tobala Arung Tanette, selaku pejabat yang dipercaya oleh Kesultanan Makassar untuk memimpin orang Bone pada Februari 1660.
Akhir Hayat
Ketangguhan dan kegigihan Sultan Hasanuddin dalam Perang Makassar di akui oleh Belanda. Mereka menggelarinya dengan julukan istimewa, yaitu “Ayam Jantan dari Timur”.
Sultan Hasanuddin wafat pada 12 Juni 1670 dan dimakamkan di Katangka, Kabupaten Gowa. Kemudian mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dari Pemerintah Indonesia melalui Keppres No 087/TK/1973 tanggal 6 November 1973.
Cyntia Cakra Wardani, lahir di Mataram, 19 November 2002. Sedang menempuh program S-1 Pendidikan Luar Biasa di Universitas Negeri Malang sejak 2020 sampai sekarang. Ia tertarik mengikuti kegiatan luar jurusan untuk menambah pengalaman untuk menjadi guru pendidikan khusus profesional.