SULTAN MAHMUD RIAYAT SYAH ditulis ulang oleh Mirwan Bukhari

JENDELAPUSPITA – Sultan Mahmud Riayat Syah lahir pada 1760, di Dalam Besar Istana, Hulu Sungai Carang (Hulu Riau). Beliau dinobatkan sebagai Sultan Yang Dipertuan Besar Riau-Lingga-Johor-Pahang ketika itu masih berusia belia pada 1761. Penobatan ini dikarenakan mangkatnya Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah, yang sepatutnya di gantikan oleh putranya Abdul Jalil, namun belum sempat ditabalkan (dilantik) beliau meninggal dunia.

Kehidupan Awal

Sebelum Sultan Abdul Jalil di makamkan, maka di lakukan acara adat kerajaan, dengan menabalkan Raja Ahmad, selaku putra sulungnya menjadi Yang di pertuan Besar atau Sultan Riau-Lingga-Johor-Pahang, ketika itu usianya lebih kurang sembilan tahun dan bergelar Sultan Ahmad Riayat Syah. Sedangkan adindanya Raja Mahmud berusia sekitar 2 tahun.

Musibah silih berganti, Sultan Ahmad yang baru di lantik jatuh sakit dan akhirnya wafat. Oleh sebab itu, Yang Di pertuan Muda III Riau Daeng Kamboja menobatkan Raja Mahmud, menjadi Sultan atau Yang Di pertuan Besar Riau-Lingga-Johor-Pahang pada 1761.

Setelah di lantik, beliau dikenal dengan nama Sultan Mahmud Riayat Syah ibni Sultan Abdul Jalil Muazam Syah. Tercatat sebagai sultan yang ke-15 dari Dinasti Kesultanan Riau-Lingga-Johor-Pahang.

Perang Riau I (1782-1784)

Pada 1782, Sultan Mahmud Riayat Syah dan Yang Di pertuan Muda IV Riau, Raja Haji, sepakat untuk memerangi Belanda. Perang tersebut terkenal dengan sebutan Perang Riau I (1782-1784) yang dipimpin oleh Raja Haji.

Namun tekad Raja Haji dan balatentaranya ingin menghalau Belanda dari negeri Melayu tidak terbendung sehingga terus mengejar Belanda ke markas musuh di Melaka, Namun takdir Allah berkata lain, peperangan besar di Teluk Ketapang, Melaka, membawa korban syahidnya Raja Haji pada 18 Juni 1784.

Perang Riau II (1784-1787)

Setelah gugurnya Raja Haji dan sebagian prajuritnya, kerajaan kekurangan angkatan perang. Pada Desember 1786, Baginda mengirimkan utusan meminta bantuan kepada Raja Tempasuk, penguasa bajak laut Ilanun di Sabah. Dengan kekuatan tersebut pada 10-13 Mei 1787, armada koalisi Kesultanan Riau-Lingga-Johor-Pahang dan pasukan bajak laut Tempasuk berhasil menghancurkan garnisun Belanda di Tanjung Pinang dan menewaskan tentara musuh.

Perpindahan ke Lingga dan Strategi Gerilya Laut

Pada 24 Juli 1787, Sultan Mahmud Riayat Syah berhijrah dan memindahkan pusat pemerintahan ke Daik, Lingga dengan nama Kesultanan Lingga-Riau-Johor-Pahang. Setelah berpindah ke Lingga, Sultan Mahmud melakukan strategi gerilya laut yang tidak tertandingi oleh musuh. Pada 29 Mei 1795, Gubernur Jenderal VOC-Belanda di Batavia mengakui kedaulatan Kesultanan Lingga-Riau-Johor-Pahang di bawah pimpinan Sultan Mahmud Riayat Syah.

Sultan Mahmud Riayat Syah wafat di Dalam Besar Istana Baginda di Daik, Lingga, pada 12 Januari 1812. Sampai wafatnya, beliau selalu berjuang mempertahankan negeri dan berperang melawan penjajah.

SULTAN MAHMUD RIAYAT SYAH ditulis ulang oleh Mirwan Bukhari

Mirwan Bukhari, S.Pd., lahir di Sungai Apit, Siak Sri Indrapura, 15 Mei 1972 dan saat ini menetap di Lingga. Ia telah menghasilkan dua buku tunggal berjudul Meluruskan Jari Syahadat (2022), Kumpulan Puisi Mentari Tertutup Awan (2022), serta 13 buku antologi lainnya.