Tak Terduga! Mencuci Piring Jadi Kunci Menyembuhkan Duka Mendalam

JENDELAPUSPITA – Bagaimana rasa sakitnya melihat seseorang berduka atas kehilangan salah satu anggota keluarganya? Menjadi seorang psikiater, Andreas menggali keilmuan yang ia miliki untuk membantu si pasien yang sedang berduka di hadapannya. Namun, bagaimana bula hal tersebut terjadi pada keluarga sendiri? Apakah menjadi seorang psikiater dapat memulihkan hati dari keadaan yang menyakitkan? Apakah dapat mengalahkan rasa gundah dan tidak menyenangkan dari berduka itu tersendiri?

Sayangnya, perlakuan sang psikiater itu berbeda dengan kejadian sebenarnya yang menimpa dirinya. Tepatnya momen kehilangan anaknya yaitu Hiro yang membuat Andreas membuang seluruh teori yang ia pelajari. Ia pernah bawa untuk pasiennya, dan lain sebagainya keluar dari jendela. Melalui hal ini juga, Andreas berupaya untuk mencari makna tentang mengapa semua hal ini bisa terjadi. Dan dari hal tersebut ia menemukan bahwa duka bisa di lalui dengan mencuci piring kotor yang menumpuk di dapur.

Buku ini menarik perhatian karena bagaimana Andreas, sang penulis, menghubungkan proses berdukanya dengan mencuci piring. Terutama bagian ini di jelaskan lebih dalam pada buku tersebut.

Terlebih lagi pada bab 4 dengan judul Tutorial Mencuci Piring, di mana Andreas menguraikan pengalamannya. Menceritakan kematian anaknya berulang kali, dengan menggunakan teknik desensitilasi yang merupakan salah satu praktik klinis dalam pekerjaannya. Andreas menggunakan ‘cuci piring’ sebagai gambaran Andreas menceritakan emosi yang muncul sedetil mungkin, sehingga makin lama ia ‘mencuci piring’ ia mulai menghilangkan rincian kejadian yang tidak perlu diketahui oleh orang lain, lalu berkata sebaliknya seperti orang yang sudah mengikhlaskan dan mendoakan yang terbaik saja.

Buku ‘Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring’ karya Andreas Kurniawan, Sp. KJ. mengajarkan banyak hal kehidupan. Meskipun tidak selalu menyenangkan dalam prosesnya, konsisten dan fokus dalam suatu hal akan membantu anda dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian, dalam proses tersebut anda juga diperbolehkan untuk mengekspresikan diri seperti bila ingin menangis, sedih, marah, dan emosi lain sebagainya dan mengabaikan stereotip masyarakat terutama bila mengekspresikan duka itu adalah hal yang tabu. Seluruh perasaan itu wajar adanya dan anda boleh melakukan hal tersebut, terlepas dari rangkaian adat atau sebagainya yang ada di sekitar anda.

(Salman/red)