Mayoritas rumah sakit yang ada di Indonesia merasa sangat terbantu dengan keberadaan air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang. Selain lebih efisien, air galon guna ulang ini dinilai paling sehat. Di sebuah rumah sakit, bahkan para pasiennya itu meminta agar air galon yang disediakan di kamar inapnya itu yang benar-benar bermerek dengan alasan lebih terjamin kesehatannya.

Di Rumah Sakit Pusat Nasional Umum Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Salemba, Jakarta Pusat, misalnya, masih menggunakan AMDK galon guna ulang ini, baik untuk kebutuhan air minum bagi para pasien, staf, dan juga untuk keperluan di dapur pengolahan makanan rumah sakit. Dari satu produk AMDK galon guna ulang saja, rumah sakit umum milik pemerintah dengan pelayanan terlengkap di Indonesia ini bisa memesan sekitar 20-30 galon per hari.

“Itu baru satu merek saja ya. Soalnya ada merek-merek lain juga yang digunakan di rumah sakit. Termasuk juga yang botol nya,” ujar salah seorang staf di bagian gizi bernama Asep.

Menurutnya, khusus untuk dapur makanan rumah sakit, air galon ini digunakan untuk membuat jus dan mencuci buah dan sayur-sayuran.

“Kami menggunakan air galon di dapur supaya semua makanan yang disediakan untuk pasien itu higienis. Begitu juga untuk para staf dan kebutuhan pasien, air galon ini lebih nyaman untuk digunakan,” katanya.

Selain RSCM, air minum kemasan galon guna ulang ini juga sangat membantu bagi penyediaan air minum sehat di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Menurut salah satu staf bagian gizi rumah sakit yang tidak bersedia disebutkan namanya, penyediaan air galon di rumah sakit ini digunakan untuk kebutuhan pasien, staf rumah sakit dan juga untuk keperluan memasak makanan untuk pasien rumah sakit. Dari salah satu supplier AMDK galon guna ulang ini menyebutkan setiap hari memasok 100-200 galon per hari ke Rumah Sakit Kanker Dharmais ini.

Rumah sakit lainnya yang juga merasa nyaman dengan penggunaan AMDK galon guna ulang ini adalah Rumah Sakit Tugu Ibu, Cimanggis Depok. Menurut Kepala Purchasing Rumah Sakit, Yani, setiap hari rumah sakit membutuhkan air galon ini sebanyak 300 galon per hari.

“Kami menghabiskan 300 galon air kemasan untuk kebutuhan layanan rumah sakit setiap hari. Air galon ini kami gunakan untuk semua kebutuhan rumah sakit, baik untuk pasien, staf, dan juga untuk keperluan mengolah makanan pasien,” ungkapnya.

AMDK galon guna ulang ini juga digunakan di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI). Menurut salah satu staf instalasi gizi RSUI yang tidak mau disebutkan namanya, setiap hari dibutuhkan sekitar 100 air galon untuk keperluan air minum para pasien dan pegawai serta untuk memasak makanan pasien.

“Setiap hari pihak agen air galon harus mengirimkannya kepada kami,” tuturnya.

Rumah Sakit (RS) Hermina Depok juga membutuhkan air galon ini untuk kebutuhan para pasiennya. “Pasokan dari agen datangnya tiga kali sehari,” ujar salah seorang sumber dari pegawai di rumah sakit ini.

Sama halnya dengan RS Hermina Depok, RSIA Bina Medika, Bintaro, yang merupakan Rumah Sakit Ibu dan Anak pertama dan terlengkap di Bintaro ini juga menggunakan AMDK galon guna ulang untuk kebutuhan layanan rumah sakit, baik untuk pasien, staf rumah sakit, dan untuk pengolahan makanan pasien.

“Kami membutuhkan banyak air galon ini setiap harinya. Air galon ini dipakai untuk semua layanan rumah sakit, baik pasien, staf, dan juga pengolahan makanan bagi pasien,” ujar salah seorang staf bagian umum yang tidak bersedia disebutkan namanya.

Sementara, di Rumah Sakit Sentra Medika Depok, air galon ini dibutuhkan untuk pasien-pasien yang dirawat di ruang VIP dan super VIP. Menurut Agung dari staf logistik Rumah Sakit Sentra Medika, pasien-pasien di ruang VIP dan super VIP tidak mau kalau air galon itu tidak ada merek atau brandnya.

“Sedang untuk pasien lainnya dan staf, kami menyuling sendiri dari air tanah. Tapi wadahnya tetap menggunakan galon guna ulang,” katanya.

Saat ditanyakan kepada beberapa keluarga pasien soal adanya bahaya kandungan BPA dari galon guna ulang ini, mereka tidak mempercayainya dan menganggap itu hanya persaingan usaha saja. Bapak Yanto yang anaknya sedang dirawat di Rumah Sakit Kanker Dharmais misalnya, mengatakan justru sangat terbantu dengan penyediaan air galon guna ulang ini.

“Ya, sangat terbantu. Saya tidak repot-repot lagi untuk membeli air ke luar. Saya jadi bisa fokus mengurus anak saya. Soal bahaya, itu paling cuma persaingan usaha saja,” ucapnya.

Hal senada juga disampaikan Ibu Ayu yang saudaranya tengah dirawat di Rumah Sakit UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan.

“Justru kami sangat terbantu dengan disediakannya air galon guna ulang itu. Jika saudara saya yang sedang sakit air minumnya sudah habis, tinggal isi lagi dari galon. Soal berita ada bahaya (di galon guna ulang), itu saya kira hanya unsur persaingan usaha saja,” tukasnya.

Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus adanya unsur persaingan usaha di balik isu bahaya BPA galon guna ulang ini. Komisioner KPPU, Chandra Setiawan, melihat polemik kontaminasi BPA yang berujung pada upaya pelabelan produk air galon guna ulang ini berpotensi mengandung diskriminasi yang dilarang dalam hukum persaingan usaha.

“Sebabnya, 99,9 persen industri ini menggunakan galon tersebut, dan hanya satu yang menggunakan galon sekali pakai,” katanya.

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, juga menegaskan bahwa air kemasan galon guna ulang aman untuk digunakan, baik oleh anak-anak dan ibu hamil. Menurutnya, isu-isu seputar bahaya penggunaan air kemasan air guna ulang yang dihembuskan pihak-pihak tertentu adalah hoax. “(air kemasan galon guna ulang) Aman. Itu (isu bahaya air kemasan galon guna ulang) hoax,” tandasnya.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang juga pakar hukum persaingan usaha, Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, S.H., M.Li, juga mengatakan isu bahaya BPA galon guna ulang yang belum ada faktanya di lapangan dan kemudian dijadikan satu regulasi untuk mengatur suatu industri seperti mewacanakan pelabelan BPA terhadap galon guna ulang itu harus melalui competition checklist.

Artinya, regulasi itu harus memikirkan juga dampaknya terhadap sisi persaingan usahanya atau competition. Menurutnya, semua bentuk perangkat hukum seperti perizinan dan juga regulasi yang berdampak terhadap perkembangan perusahaan, itu bisa menghambat keinginan perusahaan baru lain yang sejenis untuk berinvestasi di Indonesia.

“Jadi, peraturan dalam konteks apapun harus melalui competition checklist, sehingga tidak menjadi artificial barrier yang membebani perusahaan dalam pasar persaingan yang akhirnya menjadi tanggungan masyarakat,” ujarnya.(Hendi/red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *